1.1
Perilaku Pencarian Pelayanan Kesehatan
1.1.1. Perilaku Masyarakat Sehubungan dengan pencarian Pelayanan
Kesehatan
Menurut Notoatmodjo, (2007:205-207) masyarakat
atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak merasakan sakit (disease
but no illness) tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya tersebut.
Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan
timbul berbagai macam perilaku dan usaha. Respons seseorang apabila sakit
adalah sebagai berikut:
1.
Tidak bertindak/kegiatan apa-apa (no action).
Alasannya antara lain bahwa kondisi yang demikian tidak mengganggu kegiatan
atau kerja mereka sehari-hari. anggapan bahwa tanpa bertindak gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya,
fasilitas kesehatan yang diperlukan sangat jauh letaknya, para petugas
kesehatan tidak simpatik, judes, tidak responsive, dan sebagainya,
akhirnya alasan takut dokter, takut pergi ke rumah sakit, takut biaya, dan sebagainya.
2.
Tindakan mengobati sendiri (self treatment)
Alasan orang
atau masyarakat percaya kepada diri sendiri, dan karena pengalaman yang lalu usaha-usaha
pengobatan sendiri sudah dapat mendatangkan kesembuhan. Hal ini mengakibatkan
pencarian pengobatan keluar tidak diperlukan.
3.
Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan
tradisional (traditional remedy).
Masyarakat pedesaan khususnya, pengobatan tradisional ini masih menduduki
tempat teratas dibanding masih menduduki tempat teratas disbanding dengan
pengobatan-pengobatan yang lain. Pada masyarakat yang masih sederhana, masalah
sehat-sakit adalah lebih bersifat budaya dari pada gangguan-gangguan fisik.
Identik dengan pencarian pengobatan pun
lebih berorientasi kepada sosial-budaya masyarakat dari pada hal-hal yang
dianggapnya masih asing.
Dukun yang
melakukan pengobatan tradisional merupakan bagian masyarakat, berada
ditengah-tengah masyarakat, dekat dengan masyarakat, dan pengobatan yang
dihasilkan adalah kebudayaan masyarakat, lebih diterima oleh masyarakat dari
pada dokter, mantri, bidan, dan sebagainya yang masih asing bagi mereka seperti
juga pengobatan yang dilakukan dan obatnya juga merupakan kebudayaan mereka.
4.
Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke
warung-warung obat (chemist shop) dan sejenisnya, termasuk ketukang-tukang
jamu. Obat-obat yang mereka dapatkan pada umumnya adalah obat yang tidak memakai resep sehingga sukar untuk
dikontrol.
5.
Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan
modern yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta, yang
dikategorikan kedalam balai pengobatan, Puskesmas, dan Rumah Sakit.
6.
Mencari pengobatan kefasilitas pengobatan modern yang
diselenggarakan oleh dokter praktek (private medicine).
Dari
uraian-uraian di atas tampak jelas bahwa persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit
sangat berbeda pada setiap individu, kelompok dan masyarakat. Persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat
hubungannya dengan perilaku pencarian pengobatan, berdasarkan perbedan persepsi
mempengaruhi atas dipakai atau tidak dipakainya fasilitas kesehatan yang
disediakan. Apabila persepsi sehat-sakit masyarakat belum sama dengan konsep
sehat-sakit kita, maka jelas masyarakat belum tentu atau tidak mau menggunakan
fasilitas yang diberikan, Notoatmodjo (2007:206)
1.1.2. Konsep Kerangka Kerja Pelayanan Kesehatan
1.
Kategori yang berorientasi pada publik (masyarakat)
Pelayanan
kesehatan yang termasuk dalam kategori publik terdiri dari sanitasi, Imunisasi,
kebersihan air, dan perlindungan kualitas udara. Notoatmodjo (2007:210)
2
Kategori yang berorientasi pada individu (pribadi)
pelayanan kesehatan ditunjukkan langsung kepada pemakai pribadi (individual
consumer).
1.1.3. Tipe Umum dari Model Penggunaan Pelayanan Kesehatan
Faktor-faktor
penentu (determinan) penggunaan pelayanan kesehatan. dan
model-model penggunaan pelayanan kesehatan
dikembangkan antara lain Notoatmodjo (2007:210-214)
a.
Model Demografi (kependudukan)
Model
demografi yang dipakai adalah umur, seks, perkawinan, besarnya keluarga.
Variabel ini digunakan sebagai ukuran mutlak atau indikator yang berbeda,
dengan asumsi perbedaan derajad kesehatan dan kesakitan dalam penggunan
pelayanan kesehatan dipengaruhi variabel demografi.
b.
Model Struktur Sosial (Sosial Struktur models)
Dalam
model ini variabel yang dipakai adalah pendidikan, pekerjaan,dan kebangsaan.
Variabel ini mencerminkan keadaan sosial dari individu atau keluarga
dimasyarakat. Penggunaan pelayanan kesehatan
adalah salah satu dari aspek gaya hidup, yang ditentukan lingkungan
sosial, fisik,psikologis. Dengan kata lain pendekatan sruktur sosial dIdasarkan
pada asumsi orang dengan latar belakang struktur sosial yang bertentangan akan
mengunakan pelayanan kesehatan dengan cara yang tertentu.
c.
Model Psikologis (
Psycological models)
Model yang dipakai adalah ukuran dari sikap dan
keyakinan individu, variabel psikologs
meliputi kerentanan terhadap penyakit, keseluruhan penyakit, keuntungan yang
diharapkan, pengambilan tindakan.
d.
Model sumber keluarga (
family Resousce models)
1.
alam model ini va Variabel
yang dipakai adalah pendapatan keluarga, cakupan asuransi keluarga, model ini
adalah kesanggupan individu untuk memperoleh
pelayanan kesehatan bagi anggotanya berdasarkan model ekonomis.
e.
Model Sumber daya masyarakat ( Comunity Resousce models)
Penyediaan
pelayanan kesehatan dan sumber yang ada didalam masyarakat memindahkan pelayanan dari tingkat individu
ke tingkat masyarakat
f.
Model Organisasi (Organization
models)
Model ini
adalah perncerminan perbedaan bentuk sistem pelayanan kesehatan meliputi gaya praktik pengobatan, sifat
pelayanan (membayar langsung atau tidak) letak pelayanan ( tempat pribadi,
klinik, RS) Petugas kesehatan.
g.
Model Sistem Kesehatan
Model
yang menggabungkan atau atau mengintegrasikan keenam model terdahulu kedalam
model yang lebih sempurna.
h.
Model Kepercayaan Kesehatan (Health belief model)
Model
yang menjabarkan dari model sosio psikokogis
i.
Model Sistem Kesehatan ( health sistem model) Anderson (1974)
Model
kepercayaan kesehatan terbagi dalam 3 kategori
1. Predisposisi
bahwa tiap individu mempunyai kecenderungan
untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda 1) ciri
demografi (jenis kelamin, dan umur 2) struktur sosial (pendidikan, pekerjaan
ras suku) 3) Manfaat kesehatan, keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat
menolong proses penyembuhan.
2. Karakteristik
pendukung (enabling charakteristics)
kemampuan konsumen untuk membayar
3. Karakteristik
kebutuhan ( need charakterstics)
dirasakan sebagai satu kebutuhan untuk mencari pengobatan
1.2.
Pelayanan
Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri dan meningkatkan kesehtan, mencegah,
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok
ataupun masyarakat (Azwar, 1996)
1.2.1
Syarat
Pokok Pelayanan Kesehatan
Untuk dapat disebut pelayanan kesehatan yang baik harus memenuhi
persyaratan antara lain (Azwar, 1996)
1. Tersedia
dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan harus tersedia dimasyarakat serta
berkesinambungan artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh
masyrakat tidak sulit ditemukan serta keberadannya dalam masyarakat pada setiap
saat dibutuhkan.
2. Dapat
diterima secara wajar. Pelayanan kesehatan tidak bertentangan dengan keyakinan,
kepercayaan masyarakat, adat istiadat, kebudayan dan keyakinan serta kepercayan
masyarakat bersifat wajar.
3. Mudah dicapai,
ditinjau dari sudut lokasi, pelayanan kesehatan yang baik pengaturan distribusi
sarana kesehatan menjadi penting disetiap desa harus merata.
4. Mudah
dijangkau oleh masyarakat khususnya ditinjau dari segi biaya, ekonomi
masyarakat
5. Bermutu,
ditinjau dari tingkat kelayanan sesuai dengan kesempurnaan, memberikan kepuasan
para pemakai jasa sesuai kode etik standar yang ditetapkan.
1.2.2
Pemberi Pelayanan Kesehatan
Menurut Depkes
RI, (2009) dalam undang – undang
Kesehatan menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh
derajat kesehatan yang optimal dan
memiliki kewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan perorangan, keluarga dan lingkungannya. Oleh karena itu semua orang
termasuk tenaga kesehatan mempunyai
kewajiban untuk melaksakan pemeliharaan dan peningkatan pelayanan kesehatan
yang bermutu, dan merata terjangkau oleh masyarakat mewujudkan derajat
kesehatan diselenggarakan melalui pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif) dan pemeliharan kesehatan (rehabilitatif)
upaya tersebut diatas dilaksakan secara menyeluruh terpadu, dan
berkesinambungan.
Jenis pemberi pelayanan
kesehatan terbagi dalam beberapa jenis antara lain :
1.
Dokter Umum
Menurut Syafrudin (2009:216) dokter umum adalah seseorang mempunyai
pengetahuan yang lebih luas dalam obstetri, bekerja di puskesmas lebih banyak
dalam kegiatan obstetri yang mencakup seluruh proses reproduksi, pengaturan,
kesuburan, baik berupa penerangan, maupun pelayanan.
Menurut Syafrudin, (2009:217)
dokter Ahli yaitu orang yang dapat menangulangi semua kasus, tetapi sebagian
masyarakat dapat menikmatinya (biaya
mahal) jumlah sedikit tidak menyebar dari segi pelayanan tenaga sangat terbatas
kegunaannya.
2.
Bidan
Menurut PP IBI (2006:1,2) bidan seseorang (wanita) yang telah
mengikuti dan menyelesaikan program pendidikan kebidanan yang telah diakui
pemerintah setempat, dan lulus ujian sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
telah memperoleh Ijazah dan terdaftar sebagai persyaratan utama untuk melakukan
praktek kebidanan. Bidan harus mampu memberikan supervisi asuhan dan
memberikan nasehat yang dibutuhkan kepada wanita selama masa hamil, persalinan
dan masa pasca persalinan (post partum
period), memimpin persalinan atas tanggungjawabnya sendiri serta asuhan
pada bayi baru lahir dan anak.
Asuhan ini termasuk tindakan preventif, pendeteksian kondisi abnormal
pada ibu dan bayi, dan mengupayakan bantuan medis serta melakukan tindakan pertolongan
gawat darurat pada saat tidak hadirnya tenaga medik lainnya. Bidan mempunyai
tugas penting dalam konsultasi dan pendidikan kesehatan, tidak hanya untuk
wanita tersebut, tetapi juga termasuk keluarga dan komunitasnya. Pekerjaan itu
termasuk antenatal, dan persiapan untuk menjadi orang tua, dan meluas daerah
tertentu dari ginekologi, keluarga berencana dan asuhan anak. Bidan bisa
berpraktek di rumah sakit, klinik, unit kesehatan, rumah perawatan atau tempat-tempat pelayanan lainnya ( PP IBI, 2006:
72).
Menurut Syafrudin, (2009:54) bidan adalah suatu profesi yang dinamis.
Perobahan yang terjadi begitu cepat, mengharuskan bidan secara terus menerus
untuk memperbaharui ketrampilannya dan meningkatkan kemampuannya, berfokus
pelayanan kesehatan reproduksi, sebagai pengelola, pendidik, dan peneliti.
3.
Perawat Kesehatan
Menurut Depkes, RI (2001:4) menyatakan bahwa perawat kesehatan
adalah seseorang yang memiliki kualifikasi sehingga dibenarkan mempunyai kedudukan
dalam suatu sistem pelayanan kesehatan. Kedudukan perawat dalam sistem ini
sebagai anggota tim kesehatan yang memiliki wewenang dalam pelaksanaan
perawatan.
Depkes, RI
(2001:16,17) secara rasional tenaga keperawatan yang mencakup tugas, wewenang
dan tanggung jawab dengan kompentensi yang dipersyaratkan diperlukan untuk
mencapai tujuan pelayanan keperwatan dan kebidanan yang efektif dan efisien.
Sesuai dengan tugas perawat, tenaga perawat dapat bekerja
sama baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit. Salah satu tugas perawat dimasyarakat
dalam melaksanakaan program KIA adalah memberikan asuhan keperawatan kepada Ibu
hamil, Ibu bersalin, Ibu nifas, bayi baru lahir serta keluarga berencana dalam
melaksanakan tugasnya perawat bekerja secara tim dengan petugas kesehatan
lain.
4.
Dukun (Tenaga Non
Kesehatan).
Menurut
Syafrudin,dkk (2009:165) dukun bayi adalah orang yang trampil dan
dipercaya oleh masyarakat untuk menolong persalinan dan perawatan ibu dan anak
sesuai kebutuhan masyarakat, kepercayaan masyarakat terhadap ketrampilan dukun
bayi berkaitan dengan sistim nilai budaya masyarakat, dukun bayi
diperlakukan sebagai tokoh masyarakat sehingga memiliki potensi dalam
pelayanan kesehatan.
Menurut Depkes R I
(2003:2-3) dukun bayi adalah
orang yang dianggap trampil dan dipercaya oleh masyarakat untuk menolong
persalinan, perawatan ibu dan anak sesuai kebutuhan masyarakat. Ketrampilan dukun bayi pada umumnya didapat
melalui ”magang”. angapan dan kepercayaan masyarakat berkaitan dengan sistem budaya.
Dukun bayi adalah seorang anggota masyarakat, pada umumnya seorang
wanita yang mendapat kepercayaan serta memiliki keterampilan menolong
persalinan secara tradisional, dan memperoleh keterampilan tersebut dengan cara
turun temurun, belajar secara praktis, atau cara yang menjurus kearah
peningkatan keterampilan melalui petugas kesehatan (Depkes RI, 1993:5).
Dukun (bermacam-macam dukun) yang melakukan pengobatan tradisional
merupakan bagian dari masyarakat, berada ditengah-tengah masyrakat, dekat
dengan masyarakat, dan pengobatan yang dihasilkan adalah kebudayaan masyarakat,
dukun terkadang lebih diterima oleh masyarakat jika dibandingkan dengan tanaga
dokter,bidan,mantri dan sebagainya yang masih asing bagi mereka dan obat-obatan
yang digunakanpun merupakan hasil kebudayaan yang berkembang dimasyarakat
tersebut (Notoatmodjo, 2007:206).
Dipedesaan dukun biasanya mempunyai penghasilan tetap sebagai petani
atau pedagang kecil, pertolongan persalinan yang diberikan rata-rata 2-3 kali
sebulan. Pengetahuan tentang fisiologis dan patologi dalam kehamilan,
persalinan serta nifas sangat terbatas, sehingga bila timbul komplikasi ibu
tidak mampu mengatasi, bahkan tidak menyadari arti dan akibatnya. Walaupun
demikian, dukun bayi dalam masyarakat mempunyai pengaruh besar, dukun
menghadiri persalinan tidak hanya memberikan pertolongan teknis, melainkan juga
memberikan “emotional security”
kepada wanita yang sedang bersalin serta keluarganya, karena dengan doa-doanya
dianggap dapat membantu melancarkan jalannya persalinan (Depkes RI, 1993)
Keberadaan dukun masih sangat kuat pengaruhnya bagi masyarakat pedesaan.
Ini terjadi karena usia dukun yang relatif tua sehingga dianggap mempunyai
pengalaman yang lebih serta dianggap sesepuh di daerahnya. Selain itu biasanya dukun
bayi/beranak melakukan pemijatan ibu hamil yang kehamilannya semakin tua.
Masalah sosio kultural inilah yang masih sulit untuk dihapuskan dari anggapan
masyarakat dalam waktu yang relatif singkat (Depkes RI, 1993).
Tugas dukun bukan hanya menolong persalinan, ia juga biasanya memberikan
pengobatan tradisional kepada ibu yang memerlukan. Pendekatan yang dilakukan
oleh dukun terhadap ibu yang ditolongnya adalah secara kekeluargaan, sehingga
upah yang diterima tidak hanya dalam bentuk uang tapi ia juga menerima rasa
terima kasih dari orang yang ditolongnya dalam bentuk barang. Pelayanan yang
diberikan oleh dukun cukup lengkap, mulai dari perawatan semasa hamil,
persalinan dan nifas, termasuk berbagai cara yang dilakukan terhadap ibu dan
bayinya (Depkes RI, 1993).
1.3 Persalinan
1.3.1
Definisi
Persalinan
dapat diartikan sebagai suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah
cukup bulan dan dapat hidup diluar kandungan tanpa bantuan atau dengan kekuatan
ibu sendiri atau dapat pula diartikan sebagai suatu proses pengeluaran janin
dan plasenta secara alamiah tanpa ada bantuan tenaga atau kekuatan lainnya
(Manuaba, 2001:157).
Selanjutnya persalinan normal adalah: persalinan yang dimulai secara
spontan, beresiko rendah pada awal persalinan dan tetap demikian selama proses
persalinan. Bayi dilahirkan secara
spontan dalam presentasi belakang kepala pada usia kehamilan antara 37 hingga
42 minggu lengkap setelah persalinan ibu
dan bayi berada dalam kondisi sehat (Manuaba, 2001: 157)
1.3.2
Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan dilakukan
dengan adanya kemitraan antara Bidan-Dukun (pendamping persalinan) dan
persalinan yang ditolong/ didampingi oleh tenaga kesehatan dianggap memenuhi
persyaratan sterilitas dan aman, karena bila ibu mengalami komplikasi
persalinan maka penanganan atau pertolongan pertama pada rujukan dapat segera
dilakukan. Upaya percepatan penurunan AKI menekankan pada penyediaan
pelayanan kebidanan dan bayi baru lahir berkualitas kepada masyarakat antara
lain (Depkes RI, 2001)
a.
Pelayanan persalinan yang aman oleh tenaga kesehatan
b.
Deteksi dini tanda bahaya/resiko tinggi
kehamilan/persalinan
c.
Pelayanan obstetri dan neonatal emergensi dasar (PONED)
d. Pelayanan
obstetri dan neonatal emergensi komprehensif (PONEK) kepada setiap ibu hamil
dan didukung partisipasi aktif dari
masyarakat
Beberapa
penyebab masih rendahnya cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
yaitu masih cukup banyak ibu/ masyarakat yang masih mempercayai dukun bayi
dibandingkan dengan bidan, dengan alasan yaitu (Depkes RI, 2001)
a. Pelayanan
dukun lebih komperehensif dan kekeluargaan.
b. Jasa
pelayanan relatif lebih murah dan mudah sehingga keluarga cenderung memilih
dukun bayi.
c. Jarak
antara rumah bidan dan ibu jauh sehingga keluarga cenderung memilih dukun bayi.
d. Tidak semua ibu mampu membayar jasa pelayanan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
e. Belum dilaksanakan secara optimal kantong
persalinan.
Adanya
beberapa masalah disekitar kualitas pertolongan persalinan antara lain belum
semua bidan yang mengisi serta menggunakan partograf sebagai alat pengamatan
persalinan dengan benar dan belum semua bidan dapat menolong persalinan dengan
benar (Depkes RI, 2002:28-29).
1.3.3
Jenis – Jenis Persalinan
a. Persalinan
Spontan (Normal)
Adalah
proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala dengan tenaga ibu sendiri,
tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya
berlangsung kurang dari 24 jam.
b.
Persalinan Buatan
Persalinan
dilakukan dengan cara menimbulkan suatu rangsangan terlebih dahulu atau proses
persalinan dengan bantuan dari tenaga luar
c. Tindakan: Operasi SC (Secsio Caesaria ), alat-alat: forcep,
vacum ekstraksi
d. Persalinan Anjuran
Adalah
bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditim-bulkan dari luar dengan
jalan rangsangan (Asrinah,2010:2-3).
1.3.4 Tempat-tempat
pertolongan persalinan yaitu:
a.
Rumah sakit atau Puskesmas
b.
Puskesmas yang tersedia untuk ruang bersalin
c.
Pondok bersalin
d.
Rumah sakit bersalin atau BPS
e.
Rumah ibu sendiri
boleh tau daftar pustakanya ?
BalasHapus