Rumah Sakit Tak Boleh Tolak Pasien

Rumah sakit dilarang menolak pasien, terlebih dengan alasan keuangan atau ketiadaan tempat. Juga tidak boleh langsung dimintai uang muka. Pasien yang datang berobat harus dilayani.  

Untuk memastikan hal ini, 135 pemimpin rumah sakit di Jakarta, baik negeri maupun swasta, sengaja dikumpulkan di Kantor Gubernur DKI Jakarta, Rabu (22/9) siang ini.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dien Emawati mengonfirmasi ini kepada SH saat ditanya dalam rangka apa pemimpin rumah sakit di Jakarta dikumpulkan di Kantor Gubernur DKI Jakarta. Emawati mengakui banyaknya kasus pasien dari keluarga miskin yang ditolak rumah sakit. Penolakan ini dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan mengatakan kamar di rumah sakit habis.
“Hal-hal ini yang tidak boleh terjadi. Orang miskin atau kaya harus didahulukan pelayanan,” tegas Emawati.
Ketika ditanya bagaimana kalau rumah sakit menolak karena benar-benar tidak ada tempat lagi, Emawati menegaskan, penolakan bisa saja dilakukan, tapi tidak bisa begitu saja rumah sakit menolak pasien.
Bila alasannya karena tidak ada tempat lagi, menjadi kewajiban rumah sakit untuk memberitahu kepada pemerintah atau dinas kesehatan agar bisa dicarikan tempat atau rumah sakit yang lain.  
“Kalau ada rumah sakit menolak pasien, lantas ke mana harus mencari? Sementara itu, yang bersangkutan dalam keadaan sakit dan keluarga dalam kebingungan. Bila rumah sakit melaporkan atau memberitahu, bisa dicarikan sehingga pasien bisa mendapatkan pelayanan,’’ jelasnya.
Emawati mengatakan, pemimpin rumah sakit dikumpulkan sebagai bentuk pembinaan agar selalu memberikan pelayanan yang baik kepada pasien, baik kaya maupun orang miskin. Pelayanan harus diberikan sama tanpa melihat kemampuan pasien. Pertemuan yang rencananya dibuka Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo ini juga dihadiri Dirjen Pelayanan Medis Kementerian Kesehatan yang akan memberikan pengarahan.
Emawati menambahkan, bila rumah sakit memberikan pelayanan yang baik, tak memberi peluang kepada orang kaya berobat ke luar negeri. Agung Nugroho dari Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) menyambut baik sikap tegas yang diambil oleh Pemda DKI tersebut. Namun, Agung mengingatkan praktik “mafia” rumah sakit, yang melibatkan dokter, suster, advokator, maupun pegawai administrasi. “Jadi, meskipun tingkatan pemimpin akomodatif terhadap pasien miskin, tapi di tingkatan bawahnya tidak berjalan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, supaya lebih efektif, Agung meminta pemda juga membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia. “Kalau tingkatan direktur sudah oke, yang di bawah ini selalu bikin masalah. Kalau pasien umum akan ditangani, tapi kalau pasien jaminan, dokternya pun mukanya langsung masam,” katanya.  (andreas piatu /tutut herlina)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar